Pada
umunya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara kinetika
kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga praktis digunakan
dalam bidang farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam penentuan
kestabilan suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah (Anonim, 2004) :
1. Kecepatan reaksi
2. Farktor-faktor yang mempengaruhi
kecepatan reaksi
3. Tingkat reaksi dengan cara
penentuannya
Stabilitas
suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat yang
berkhasiat. Batas kadar obat yang masih bersisa 90% tidak dapat lagi disebut
sub standar waktu diperlukan hingga tinggal 90% disebut umur obat. ( Alfred
Martin, 1983 )
Ada bebrapa
pendekan untuk kestabilan dari preparat-preparat farmasi yang mengandung
obat-obat yang cenderung mengurai dengan hidrolisis. Barang kali paling nyata
adalah reduksi atau eliminasi air dari sistem farmasi. Bahkan
bentuk-bentuk sediaan padat yang mengandung obat-obat labil dalam air dari
harus dilindungi dari kelembaban atmosfer. Ini dapat dibantu dengan menggunakan
suatu penyalutan pelindung tahan air menyelimuti tablet atau dengan menutup dan
menjaga obat dalam wadah yang tertutup rapat. (Lachman, 1994)
Suatu obat
kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi penguraian dari
larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa
(OH-) dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi
tanpa ikut bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari reaksi. (Ansel, 1989)
Kestabilan
dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi
suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi
dalam jumlah yang besar dan juga memrlukan waktu yang lama untuk sampai
ketangan pasien yang membutuhkannya. Oabt yang disimpan dalam jangka waktu yang
lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut
bersifat toksik sehingga dapat membahaykan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu
diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga
dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum. (Anonim,
2004).
Stabilitas
fisik dan kimia bahan obat baik dan trsendiri dengan bahan – bahan dari
formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan suatu
stabilitas kimia dan farmasi serta mempersatukannya sebelum memformulasikan
menjadi bentuk-bentuk sediaan. (Ansel, 1989).
Untuk
obat-obat tertentu 1 bentuk kristal atau polimorf mungkin lebih stabil dari
pada lainnya, hal ini penting supaya obat dipastikan murni sebelum diprakarsai
percobaan uji stabilitasnya dan suatu ketidakmurnian mungkin merupakan
katalisator pada kerusakan obat atau mungkin menjadikan dirinya tidak akan
stabil dalam mengubah penampilan fisik bahan obat. (Parrot, 1968).
Kestabilan
suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test stabilitas dipercepat dengan
mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi. (Lachman, 1994).
Kestabilan
suatu obat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktore antara lain panas, cahaya,
oksigen, kelembaban, pengaruh pH dan mikroorganisme. Disini kestabilan suatu
obat dapat dipercepat dengan meningkatkan suhunya. Dengan demikian batas waktu
kadaluarsa dari suatu obat dapat diketahui dengan tepat. (Anonim, 2004).
Interkonversi
bentuk hidrat dan anhidrat dari ampicilin dapat memiliki efek yang berkaitan
pada laju pelarutan dari formulasi berarti berkaitan dengan ketersediaan
hayati. Bentuk dari anhidrat lebih larut dibandingkan dengan berat murni
kelarutannya pada suhu 37o C telah ditentikan bagian fungsi
dari pil untuk ke suatu bentuk kristal. (A.C. Kenneth, 1991).
Perbedaan
bahan obat karena susunan kimianya masing-masing memasukkan pengaruhnya dalam
sistem biologi. Beberapa bulan dihubungkan dengan lainnya secara kimiawi dan
memasukkan pengaruh yang sama. Modifikasi bahan obat yang ada secara kimia
dapat menghasilkan senyawa baru dengan kelebihan-kelebihan terapeutiknya
dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang paten. Jadi suatu ciri senyawa mungkin
diolah secara sintesis dari suatu susunan aktifitas dasar farmakologi untuk
mendapatkan bahan-bahan obat yang lebih baik dalam satu kelompok senyawa .
senyawa-senyawa yang mempunyai kelebihan terhadap lainnya akan didahulukan
pengembangan & pemakaian.(Ansel, 1989)
Kadaluarsa
obat adalah berakhirnya batas aktif dari obat yang memungkinkan obat menjadi
kurang aktif atau menjadi toksik (beracun). Kadaluarsa obat juga diartikan
sebagai batas waktu dimana produsen obat menyatakan bahwa suatu produk dijamin
stabil dan mengandung kadar zat sesuai dengan yang tercantum dalam kemasannya
pada penyimpanan sesuai dengan anjuran. Dalam penggunaan obat dikenal istilah
’medication error’, yaitu pemakaian obat yang tidak tepat dan menimbulkan
kerugian pada pasien, walaupun pengobatan tersebut berada dalam pengawasan
profesional kesehatan, pasien dan konsumen. Salah satu komponen penting dalam
’medication error’ adalah ’deteriorated drug error’, yaitu penggunaan obat yang
telah kadaluarsa atau integritas secara fisik dan kimia telah menurun.
Untuk
menentukan kecepatan dekomposis suatu obat, digunakan metode elevated,
terurainya obat tersebut dipercepat dengan memanaskannya pada temperature yang
lebih tinggi. Log K versus 1/T dinyatakan dalam grafik dengan menentukan
persamaan garis regresi linear akan didapatkan harga K pada temperature kamar
untuk menetukan waktu kadaluarsa obat. Metode ini dikenal sebagai studi
stabilitas dipercepat.
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat
dipandang dari segi kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya
penurunan kadar selama penyimpanan. Pada pembuatan obat harus diketahui waktu
paro suatu obat. Waktu paro suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas
obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan degradasi
kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen, cahaya, kelembaban dan faktor-faktor
lain dapat menyebabkan rusaknya obat. Ada dua hal yang menyebabkan
ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas dari bahan obat dan bahan
pembantu, termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan sifat kimia fisika
dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu,
cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi
degradasi bahan. Skala kualitas yang penting untuk menilai kestabilan suatu
bahan obat adalah kandungan bahan aktif, keadaan galenik, termasuk sifat yang
terlihat secara sensorik, secara miktobiologis, toksikologis, dan aktivitas
terapetis bahan itu sendiri. Skala perubahan yang diijinkan ditetapkan untuk
obat yang terdaftar dalam farmakope. Kandungan bahan aktif yang bersangkutan
secara internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak 10% dari kandungan
sebenarnya (Voight, R., 1994).
Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang
harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itu
penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan
juga memrlukan waktu yang lama untuk sampai ketangan pasien yang
membutuhkannya. Oabt yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami
penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik
sehingga dapat membahaykan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat
dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum. Stabilitas fisik
dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan – bahan dari formulasi
yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan suatu stabilitas kimia
dan farmasi serta mempersatukannya sebelum memformulasikan menjadi
bentuk-bentuk sediaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar